Kategori
Sebuah perjalanan Tak Berkategori

Pendakian Gunung Butak B9 (Puncak Blentreng) Gondang Mojokerto

Mojokerto, sebuah wilayah di Jawa Timur dengan bentang alamnya yang luas, memang memiliki banyak destinasi wisata alam. Karena itulah, kabupaten ini bisa dikatakan sebagai surganya para penghobi jelajah alam.

Bentang alam itu meliputi pegunungan Anjasmoro yang membentang di area bagian selatan. Membentang mulai dari wilayah Jombang, Malang, hingga Mojokerto sendiri.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan pengalaman saat berada di daerah Gondang Mojokerto. Daerah ini masih merupakan bagian dari lereng Pegunungan Anjasmoro. Salah satunya berlokasi di desa Ngembat, tepatnya Blentreng. Lebih tepatnya, beberapa pecinta alam menyebutnya dengan Puncak Blentreng, atau dikenal juga dengan Gunung Butak B9 dengan ketinggian 800-an Mdpl. Penamaan ini hampir mirip dengan nama gunung Buthak yang ada di wilayah Malang.

Untuk menuju lokasi, kita harus menuju lokasi awal pendakian. Pos pendakian terletak di desa Ngembat, Gondang, Mojokerto. Adapun lokasi fi Google Map sebagai berikut.

https://maps.app.goo.gl/kiQFqKiiDfTor11R7

Ketikasi sampai di pemukiman, maka kita harus benar-benar mengamati papan penunjuk arah. Lokasi pos pendaftaran terletak di rumah warga, lebih tepatnya 20 meter setelah pertigaan pertama dusun Blentreng.

Di pos pendaftaran tidak akan kita temukan pos pendaftaran seperti umumnya. Menurut pengelola, dulu memang ada pos pendaftaran. Namun sekarang diubah ke rumah warga, yang juga tempat parkir bagi yang menuju lokasi menggunakan kendaraan pribadi.

Setelah pos pendaftaran, kita akan melalui jalur yang masih berupa jalan aspal dan beton, melewati pemukiman penduduk. Melewati satu tanjakan, hingga akhirnya kita akan sampai di gerbang pendakian yang menandakan sebagai pos 1. Di pos ini terdapat warung warga, sekadar tempat bercengkrama atau memenuhi logistik bagi para pendaki.

Di pos ini juga terdapat makam desa, di depannya terpampang beberapa destinasi yang disajikan, mulai dari wisata sungai, candi, air terjun, hingga Puncak B9. Adapun di lokasi ini terdapat tandon air dan sungai kecil yang merupakan tempat penampungan air, bisa dimanfaatkan pendaki, karena ini juga merupakan sumber air yang mengaliri warga rumah-rumah warga.

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalur berupa jalan beton. Di kanan kiri kita akan menemui perkebunan milik warga. Jalur ini akan tetap sama hingga nantinya sampai pada titik pos warung yang ada di hutan jati.

Di lokasi pos warung, merupakan titik terakhir jalur beton. Setelahnya kita akan mulai menanjak melewati perkebunan yang lebih panjang. Adapun di pos warung, sebagai pos terakhir yang memiliki sumber air.

Setelah beristirahat, tentu saja tanjakan-tanjakan yang ada siap menyambut para pendaki. Jalur masih landai hingga nantinya kita akan menemukan pertigaan jalur, menuju puncak dan menuju candi.

Karena yang dituju adalah puncak, maka lita belok ke kanan. Jalur yang ditemui mulai agak curam. Jalur berupa tanah miring, bekas beberapa motor petani yang biasa mengambil pakan ternak. Jalan ini mungkin akan sedikit licin jika musim penghujan.

Jalur yang disajikan terkesan masih jelas, meski ada beberapa plakat penunjuk jalan yang mulai tertutup rumput, hanya perlu fokus agar tidak salah dalam membaca petunjuk jalan yang disediakan. Semakin ke atas maka kita akan semakin bisa melihat jelas penampakan wilayah sekitar. Dari kejauhan nampak perbukitan yang juga beberapa persawahan.

Tanjakan demi tanjakan dilalui. Masih banyak kita temukan satwa endemik Pegunungan Anjasmoro, mulai dari Elang Jawa dan juga burung kutilang. Tidak hanya satu, kami sendiri menemukan w elang selama perjalanan. Ini menandakan bahwa ekosistem yang ada masih tetap terjaga, nampak di depan sana masih tetap asri dengan hamparan hijau lereng Pegunungan Anjasmoro.

Tidak banyak hal yang mengganggu, terutama trek yang disajikan. Petunjuk arah di setiap pertigaan jalur masih ada. Jalur pun nampak jelas tersaji. Tentu saja beberapa fasilitas yang disediakan sudah nampak termakan usia, beberap shelter yang ditemukan sudah tidak memiliki penutup atap, beberapa tempat duduk sudah rapuh.

Setelah berjalan sekitar satu jam, kita akan menemukan lokasi camp 1. Di sini kita akan menemukan lahan datar berupa punggungan, yang terhampar memanjang.

Di lokasi tersebut, bisa menampung beberapa tenda. Lokasi ini cenderung datar, sehingga bisa digunakan sebagai tempat mendirikan shelter paling ideal, mengingat lokasinya yang terlindungi oleh ilalang dan pepohonan.

Ada pula lokasi camp ground berikutnya, yakni di atas lokasi camp pertama. Namun tempat tersebut tidak seluas lokasi camp pertama.

Untuk sampai puncak dari lokasi camp, bisa diakses dengan waktu sekitar 30 menit. Jalan kembali menanjak berbatu. Beberapa pijakan, harus tepat, agar tetap waspada apa yang dipijak, karena batuan tersebut tertata miring yang membuat pendaki harus merayap di beberapa titik.

Menariknya, di tanjakan pertama sebelum puncak, terdapat dua pohon besar yang merupakan tempat tinggal bagi satwa burung. Untuk itu, kami sarankan agar tidak mendirikan tenda di dekat lokasi tersebut, agar tidak mengganggu keberadaan satwa. Sekalipun mendirikan di situ, lokasinya pun miring, tetaplah tidak nyaman untuk beristirahat.

Setelah berjalan melewati bukit, akhirnya kita akan sampai di puncak Gunung Butak B9. Puncak ini memiliki lahan yang tidak cukup luas, meski cukup untuk menampung 2 tenda kapasitas 2 orang. Tapi kami tidak menyarankan untuk mendirikan tenda di tempat tersebut lantaran lokasinya pun tidak memiliki naungan yang cukup untuk berlindung dari terjangan angin dan hujan.

Nampak di sana terhampar luas pemandangan lereng Pegunungan Anjasmoro. Dari kejauhan juga terlihat candi yang ada di sekitar lereng Pegunungan Anjasmoro.

Sungguh lukisan alam yang menawan dan patut disyukuri.

Tips pendakian.

1. Setelah sampai di Dusun Blentreng, pastikan mengikuti papan petunjuk yang tersedia. Jika ragu, tanyakan kepada warga sekitar.

2. Setelah gerbang pendakian, pastikan mengamati plakat jalur yang disediakan.

3. Sumber air ada di gerbang pendakian dan pos warung hutan jati.

4. Jagalah kebersihan lingkungan.

5. Pastikan membawa perlengkapan yang sesuai standar keamanan mendaki.

6. Lokasi camp pertama sebelum puncak adalah lokasi yang paling direkomendasikan.

7. Jika bingung tentang lokasi, jangan ragu bertanya kepada warga. Mereka pasti akan ramah menjawab pertanyaan Anda.

8. Gunung Butak B9 terletak di Mojokerto. Ingat, ini berbeda dengan Gunung Buthak Panderman Malang.

Adapun link video pendakian kami.

Kondisi terbaru jalur

(add)

Kategori
Sebuah perjalanan

Pendakian Gunung Pegat (Puncak Rengganis 1111 Mdpl) Sendi Pacet Mojokerto

Mojokerto merupakan kabupaten yang bisa dikatakan sebagai surganya para penghobi jelajah alam. Pasalnya, banyak destinasi wisata alam dan area camp atau jalur pendakian yabg yang baru dibuka oleh pengelola setempat.

Pada kesempatan liburan, kami mencoba untuk lebih mengenal jalur pendakian baru, yakni Gunung Pegat (Puncak Rengganis 1111 Mdpl) yang berlokasi di Sendi, Pacet, Mojokerto. Gunung ini terkesan masih kurang dikenal, bahkan ada yang mengatakan bahwa gunung ini adalah gunung Pegat yang ada di Lamongan atau daerah lain. Padahal gunung ini masih berada di kawasan wisata Pacet Mojokerto.

Gunung yang bersebelahan dengan Gunung Lorokan ini, memiliki ketinggian sekitar 1111 meter. Jalur pendakian yang bervariasi, mulai dari turunan, jalur hutan lembab, hingga sungai serta hutan pinus. Bisa dikatakan gunung ini sangat cocok untuk rekreasi keluarga.

Pendakian gunung Pegat dimulai dengan mendaftarkan diri di tempat pendaftaran. Pendaftaran cukup dilakukan di lokasi pos pendaftaran dengan mengisi list buku pengunjung dan membayar biaya parkir serta tiket masuk.

Jalur awal pada gunung ini terkesan landai, datar bahkan, hingga nantinya menuju ke pos 1. Kita akan menemui perkebunan penduduk, pohon-pohon besar yang masih terjaga kelestariannya. Beberapa spot foto tentunya berupa gambaran puncak, yang terlihat jauh di seberang.

Beberapa saat berjalan santai, tibalah kita di pos 1. Pos ini merupakan lokasi untuk melengkapi logistik air bersih, mengingat lokasinya berupa sungai kecil dengan air yang cukup jernih. Adapun di pos ini adalah pertigaan jalur, antara ke puncak dan ke air terjun.

Karena kami memutuskan untuk menuju air terjun dahulu, maka kami menuju pertigaan yang ke arah kiri sesuai petunjuk yang diberikan.

Jalur menuju air terjun masih didominasi oleh pepohonan besar, jalur berbatu, lembabnya tanah, dan sedikitnya sinar matahari yang menembus dedaunan. Tentu saja, kami sangat menyukai jalur semacam ini, apalagi suasana yang cenderung sangat sepi untuk hari libur.

Berjalan beberapa saat, kita akan tiba di hutan bambu, pertanda sudah sampai di air terjun Gunung Pegat. Air terjun ini cenderung memiliki debit air yang sangat kecil, tidak seperti yang dibayangkan. Mungkin saat musim penghujan, debit air akan besar layaknya air terjun pada umumnya. Namun suasana yang tersaji cukup menenangkan, karena lokasinya yang berada di balik bukit.

Kembalilah kami menuju pertigaan awal. Jalur setelah pertigaan mulai menanjak. Namun masih ada beberapa batang bambu yang ada di kanan kiri jalur, menjadi penopang bagi pendaki yang membuat perjalanan tidak terlalu menguras tenaga.

Jalur setelah pertigaan memang bervariasi. Ada jalur naik dan turun. Rasanya kalau kita melangkah, seperti mengitari bukit. Berjalan beberapa jalur naik, maka akan menemukan jalan yang juga turun. Tentu hal ini menarik, mengingat trek yang bervariasi ini akan menjadi pembeda dibandingkan dengan jalur pendakian pada umumnya.

Pada jalur selanjutnya kita akan melalui beberapa tanjakan. Pertama adalah Tanjakan Talak 1. Memiliki nama yang cukup seram menurut saya. Namun penamaan ini terkait jalur tanjakan pendeknya yang kadang membuat pejalan merasa ‘ngos-ngosan’ ketika melalui jalur tersebut.

Beberapa saat berjalan menanjak, kita menemukan jalur yang kembali melandai. Ini menandakan kita sudah dekat dengan pos 2. Pos 2 merupakan pos yang berupa lahan yang cukup data, cukup untuk mendirikan beberapa tenda, meskipun ini bukan lokasi camp yang luas.

Seberes berhenti sejenak, perjalanan akan melewati bibir lereng. Jalur tanah yang kadang ambrol, masih belum padat, sesekali kita akan melihat beberapa kawanan monyet ekor panjang di sepanjang jalur.

Setelah melalui pos 2, kita akan melalui tanjakan yang memiliki nama yang juga cukup seram. Tanjakan Talak 2, mewakili namanya yang memang melalui jalur berupa tanjakan yang membuat pendaki kembali ‘ngos-ngosan’.

Beberapa menit, kita berjalan kembali. Tibalah kita di Camp Bukit Janda. Lahan yang cukup luas dan lapang, meski agak miring. Namun lahan ini cocok untuk mendirikan beberapa tenda, karena disajikan view yang menarik lada pos ini.

Jalur menuju puncak dari lokasi Camp Bukit Janda sebenarnya tidaklah jauh. Berjalan di sekitar bibir lereng, kita melalui ilalang yang cukup tinggi. Beberapa kawanan monyet mengintip dari balik semak-semak.

Tak berapa lama, kita sampai di ouncak sesungguhnya, yakni Puncak Rengganis 1111 Mdpl, Gunung Pegat. Puncak gunung ini berupa punggungan yang cukup luas. Kalau dipertimbangkan ini merupakan lokasi camp yang paling direkomendasikan mengingat ada beberapa pohon sebagai naungan agar tenda tetap kokoh berdiri. Dari lokasi ini kita akan bisa melihat kawasan hutan Tahura R. A Soerjo yang cukup menawan, dimana view Pegunungan Anjasmoro yang sangat luas terbentang di sebelah kiri ketika sudah sampai di puncak.

Puncak Rengganis 1111 Mdpl yang sudah tentu patut dicoba, sangat layak untuk dijadikan destinasi bagi pengembara.

Tips pendakian.

1. Pastikan mendaki dengan melalui jalur yang disediakan pengelola.

2. Jagalah kebersihan lingkungan sekitar, dengan membawa kantung sampah.

3. Jangan memberi makanan kepada satwa sedikit pun.

4. Lokasi sumber air di pos perizinan dan pos 1.

5. Sebaiknya pendakian dilakukan pada pagi hari.

6. Pastikan membawa alat sesuai SOP pendakian.

7. Patuhi protokol kesehatan selama masa pandemi.

Adapun video pendakian kami sebagai berikut.

(add)